Saya ambil dari website Fakultas Filsafat UGM hasil tulisan dari Sdr. Aggung Gunawan. Seperti yang sudah kita pelajari terdahulu bahwa filsafat pernah menjadi kajian yang dilarang oleh sebagian kalangan karena dampaknya yang terlalu ekstreem akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta alam raya ini. Namun, seiring berjalannya sang waktu banyak pula peminat yang memasuki dan mempelajari ilmu filsafat ini. Oleh karena itu, mari kita pahami dengan benar akan subtansi yang terkandung dalam ilmu filsafat secara komprehensip.
Selamat membaca dan memahami đ
Selasa, 25 September 2009 yang lalu, Fakultasku disabangi oleh Guru Besar Pemikiran Islam dari Canal Suez University Mesir Prof. Dr. Amer Yassen Mohamed El Naggar. Acara ini dikemas dalam suasana ilmiah melalui Studium Generale menyonsong tahun ajaran baru 2009/2010. Adapun tema yang dibahas oleh Prof. Amer adalah âFilsafat Islam dan Filsafat Arabâ
Pada kesempatan kunjungannya yang pertama ke Indonesia, beliau memberikan ceramah yang menjernihkan pemahaman tentang hubungan Filsafat Islam dengan Filsafat Arab yang selama ini belum sepenuhnya jelas. Prof. Ameer memulai kuliahnya dengan mengajukan sebuah pertanyaan, âMengapa setelah Ibnu Rusyd tidak muncul filsuf-filsuf Islam yang sekaliber beliauâ?
Filsafat membutuhkan suasana kebebasan berpikir agar dapat tumbuh, bersemi dan berbuah. Setelah Ibnu Rusyd, pemerintahan Islam disibukkan oleh serangan demi serangan dari pihak luar dan serbuah kolonialisme. Di sisi lain masih terbelenggunya umat Islam oleh para Sulthan yang jengah dengan suara-suara kritis (dimana filsafat menjadi garda terdepan) menggiring lahirnya kebijakan âPengharaman Filsafatâ.
Kebijakan sewenang-wenang ini dibuat untuk melanggengkan kekuasaan Sulthan, terbebas dari kritik-kritik tajam dan mematikan ala para filosof. Padahal kalau kita telisik lebih jauh, Ibnu Rusyd selain populer sebagai filsuf Islam, ia juga seorang Faqih yang harum namanya lewat karya di bidang Ushul Fiqh, âBidayatul Mujtahidâ.Di antara akademisi, ada yang menyamakan antara Filsafat Islam dengan Filsafat Arab. Pandangan ini dimunculkan karena melihat beberapa kesamaan, antara lain: Filsafat Islam ditulis dalam bahasa Arab, dan Filsuf Islam adalah orang-orang Arab.
Terkait dengan pendapat yang kedua di atas, Prof. Ameer mengatakan, âhal ini keliruâ. Catatan sejarah menguraikan bahwa peradaban Islam dibangun kebanyakan oleh orang-orang âajam (orang-orang non-Arab). Penulis-penulis âKitabussittahâ bukanlah orang Arab. Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd bukanlah orang Arab.
Ada juga pandangan yang menyebutkan kemunduran umat Islam di bidang Filsafat disebabkan oleh serangan Al Ghazali terhadap filsafat. Pendapat ini juga tak sepenuhnya benar. Perdebatan Al Ghazali terhadap Al Farabi dan Ibnu Sina, tidak dapat dipungkiri, juga menggunakan logika dan metode filsafat. Sementara, pengharaman Al Ghazali terhadap filsafat,, hanya terkait pada beberapa pokok persoalan, yakni:
* Sebagian Filsuf mengatakan, âAllah mengetahui hal-hal universal, tapi tidak mengetahui hal-hal partikularâ.
* Sebagian Filsuf mengatakan, âalam ini Qodim (bermula dengan sendirinya)â.
* Sebagian Filsuf mengatakan, âHari Akhir hanyalah dongengan semata, peristiwa yang tak akan terjadiâ.Banyak yang melupakan proses âadaptasi kritisâ yang dilakukan oleh para filsuf Islam ketika menerjemahkan dan mengambil pandangan-pandangan guru-guru bijaksana dari Yunani. Aristoteles mengatakan âTuhan itu Qodim, tapi âberhentiâ setelah menciptakan alam semestaâ. Ibnu Rusyd menerima pandangan ini apa adanya. Bagi Ibnu Rusyd, tidak mungkin Allah mengetahui yang universal tapi tidak tahu dengan hal-hal partikular.
Terkait dengan âpengingkaran terhadap Hari Akhirâ, yang banyak dialamatkan kepada Ibnu Rusyd, merupakan penyandaran yang tidak benar. Ibnu Rusyd tidak mungkin berpendapat seperti ini. Hal ini bisa dilacak dalam karya-karyanya.
Kehadiran ilmu Kalam dalam sejarah Islam berperan dalam usaha mempertahankan Aqidah Islam dari serbuah kaum Rasionalis dan kaum Atheis. Ilmu Kalam mula-mula membicarakan sifat dan dzat Allah. Tapi belakangan digunakan oleh aliran-aliran teologis ISlam sebagai alam untuk kepentingannya masing-masing.
Selain itu, ada juga pandangan keliru yang menyebutkan âIhya âUlumuddin Al Ghazali mengajak umat meninggalkan duniaâ. Ini adalah pendapat yang tidak benar, tidak berlandaskan pembacaan yang dalam terhadap masterpierce Al Ghazali ini.
Ceramah Prof. Ameer diakhiri beberapa menit setelah adzan Dzuhur, setelah sebelumnya diadakah sesi tanya jawab. Mudah2an pimpinan fakultas Filsafat terus berupaya mengadakan seminar dan diskusi ilmiah yang menghadirkan pakar-pakar internasional sehingga visi fakultas untuk go internasional tidak hanya tinggal jargon semata. Salut buat Pak Dr. Mukhtasar Syamsuddin, Dekan Fakultas Filsafat, yang begitu semangat bekerja demi kemajuan fakultas. Bravo FilsafatâŚ
Semoga tulisan diatas bisa memberikan sedikit wawasan kepada kita semua sebagai insan akademik mengenai kehidupan dari ilmu filsafat dan para pelajar filsafat.
Wallahu’alam
Sumber site: http://www.filsafat.ugm.ac.id/
Leave a comment